Bagian Kelima


Julia Hartini (Bandung)

Yang Mengalir Seumpama Kenangan

kepada goresan yang senantiasa mencipta aliran rindu
ampera semakin memanjang
melukis wewarna cahaya pada kenangan
lampion kemerahan menjadi saksi kesibukan
dan tawa kecil percakapan

rupa air akan terus melaju
menemu waktu bersama perahu-perahu di sepanjang malam
lalu siang telah menjadi terik
bagi perjuangan untuk sampai ke muara

masihkah kau ingat
sajak baru terlahir pada Musi yang basah
saat air mata itu benar-benar habis dialirkan pada pipimu
dengan janji yang masih kita tunggu
di ujung penantian

ruang semesta, Maret 2016

Julia Hartini lahir di Bandung 19 Juli 1992. Alumnus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Pernah berkegiatan di Arena Studi Apresiasi Sastra UPI dan Unit Pers Mahasiswa ISOLAPOS UPI. Tulisannya mendarat di buruan.co, isolapos.com,  Harian Umum Sastra Mata Banua, Galamedia, Koran Madura, Banjarmasin Post, Republika, Inilah Koran, Pikiran Rakyat, Metro Riau, dan Radar Banten.
Selain itu, tulisan-tulisannya tergabung dalam beberapa antologi bersama. Terpilih sebagai peserta Workshop Cerpen Kompas 2015. Penulis bisa dihubungi melalui alamat surel di juliachan79@gmail.com. Saat waktu senggang mengelola laman di www.akujulia.tumblr.com


Jumari HS.(Kudus)

Dukaku pada Sungai

sampah-sampah menggenang
bau busuk menyengat di pernapasan
air mengalir sesak berwarna hitam
adalah dukaku pada sungai

anak-anak tak lagi bisa berenang
ikan-ikan hilang entah di mana
petani-petani mengairi sawah dengan keringat
dan air matanya sendiri
adalah dukaku pada sungai

dukaku pada sungai
mendengar gemuruh mesin yang mengirim bermacam limbah
yang menyayat-nyayat dan mengelamkan jiwa
dukaku pada sungai
merenungi tanah tinggal bebatuan, mensiluet di pelupuk mata

dukaku pada sungai
rinduku pada beningnya air.

Kudus, Akhir April 2013.
  
Jumari HS, Penyair Otodidak, lahir di Kudus, 24 November 1965. Karya puisi dan cerpen banyak bertebaran di berbagai media massa Indonesia dan juga berpuluh puisi dan cerpennya juga menghiasi di berbagai antologi bersama. Penyair ini sering diundang dan aktif terlibat dalam forum sastra nasional maupun internasional seperti Forum Sastrawan Nusantara Asean di Brunei, dan forum sastra di Palembang, Aceh, Tanjung Pinang, Jambi,  Jakarta, Yogyakarata, Solo dan lainnya.
Belum lama ini 15 puisi heroiknya diminta Einstein akan didokumentasikan di perpustakaan Perancis, dan tanggal 1—3 Juni 2012 yang lalu diundang baca dan bedah puisinya di Universitas Hankuk Seoul, Korea Selatan. Mendapatkan Sastra Award ke-2 di Bekasi.
Penyair ini sekarang menajadi Kepala Biro Jawa Tengah Wartawan Majalah Serapo Balikpapan. Aktivitas berkesenian sekarang menjadi Ketua Teater Djarum ini sehari-harinya sebagai Supervisor bagian produksi rokok P.T. Djarum Kudus. Buku puisi tunggalnya yang telah terbit berjudul Tembang Tembakau dan sekarang ini sedang menyiapkan novel terbarunya  berjudul  Semut-Semut Menembangkan Gelombang. Penyair ini bisa dihubungi di nomor  085225147311.

Kifti Halimah Islami (Kudus)

Tepat di Lantai Atas Lawu

Awan dengan setia menjaganya
Sinkronasi batang hijau memedarkan keangukuhan insani
Samar dan semu, sang sungai tertelan dalam lambung raksasa ini

Terbingkai dengan nisan bumi
Begitu mahligai alam ini

Ada yang telah berubah untuk dulu dan saat ini
Namun benda itu masih tetap agung
Perlahan dan pasti, awan membuka tirai sang Lawu

Tersimpan banyak cerita di balik benda agung itu
Masyarakat, budaya, hingga alamnya

Episode kali ini seperti terskenario tanpa cut
Lembayung putih bersiap di hadapannya
Kelabu langit menyambut sang surya ke peraduannya
Kuucapkan selamat sore dari atas batu ini....

Purwodadi, 20 Desember 2013

Kifti Halimah Islami biasa dipanggil Kifti. Lahir di Kudus 9 Maret 1992. Seorang perempuan aneh. Memiliki hobi membaca, traveling, wisata kuliner,  dan melakukan hal baru. Mengagumi seni dan mencintai kedamaian. Lulusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Muria Kudus. Alamat: Lau Rt 05 Rw 01, Dawe Kudus. Twitter: @kifti_h_islami Fb: Kifti Halimah Islami. Pos-El: kiftihalimahislami@gmail.com



Kurliyadi (Bekasi)

Nahrun

sebagai hamba aku ingin sepertimu
mengalir arah hidupnya
dari tubuh gunung ke bawah kaki bukit-bukit sebagai kepulangan
ada batu-batu berlumut bercakap dengan ikan-ikan
saling bertanya keadaan masing-masing
walau lahir dari rahim yang berbeda

di tapal batas kampung itu
anak-anak bergantian mencuci ternak
berdiri di atas batu melompat bersamaan ke dalam air
renyah tawa juga berlomba mencari keutuhan
inilah bayang hari di mana sungai-sungai masih utuh dengan doamu

perempuan-perempuan membawa keranjang berisi pakaian
beriringan memikul beban hidup adalah milik bersama
kaki-kaki tanpa alas dan rambut yang terurai panjang
di ujung sungai para lelaki menggoda dengan matanya
tidak dengan puisi atau sepucuk bunga
cukup berkenalan dan jatuh cintalah hati yang sama rasa

sungai ini adalah tempat mengusir lelah untuk semua
air terjun yang selalu rukun dan beriringan jatuhnya
mengampas di dinding-dinding batu tua itu
belukar yang rimbun oleh daun-daun musim semi

meski hujan tak bertandang setahun
tetaplah alirmu harapan baru
di sinilah segala hidup didiam alirkan
menuju restu semesta
restu cinta dan jujur pada hakikat panjang doamu

2015 

Kurliyadi lahir di Kepulauan Giligenting, Sumenep, Madura. Ia salah seorang alumnus Pondok Pesantren Mathali’ul Anwar, Pangarangan, Sumenep. Menulis karya sastra berupa puisi, cerpen, novel, roman, pantun, esai, dan lain-lain dalam dua bahasa (Indonesia dan Madura)
Beberapa karyanya juga pernah dipublikasikan di media massa seperti Kuntum, Radar Madura (Jawa pos), Waspada, Buletin Jejak, Banjarmasin Post, Radar Bekasi, Sastra Mata Banua, Indo Pos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Harian Cakrawala Makassar, Jogja Review, Post Bali, Majalah Infitah, Radar Surabaya, Rima News, Malang post, Analisa Medan, Padang Express, Minggu Pagi, Buletin Santre Pangarangan, Koran Madura, Harian Fajar Sumatera, DinamikaNews, Persada Sastra, Harian Fajar Makassar, Buletin Kanal  juga aktif di Forum Sastra Bekasi (FSB).
Antologi bersamanya terkumpul dalam antologi Puisi untuk Padang (2011) Nyanyian Langit (Ababil, 2006 ), Nemor Kara (Balai Bahasa Surabaya, 2006 ), Ayat Ayat Ramadhan ( Kisah Inspiratif Ramadhan, AG. Publishing, 2012), Selayang Pesan Penghambaan (Pustaka Nusantara 2012), Dialog Taneyan Lanjhang (Majelis Sastra Madura, 2012), Mengabadikan Keajaiban Dekapan Hangat Kasih Sayang Ibu (JPIN 2012), Indonesia dalam Titik 13 ( Lintas Penyair Indonesia, 2013), Jejak Sajak di Mahakam (art lanjong foundation, 2013), Kepada Bekasi (Forum Sastra Bekasi, 2014 ), Solo dalam Puisi (Festival Sastra Solo, 2014), Tifa Nusantara (TKSN 2014), Goresan-Goresan Indah Makna Kasih Ayah Bunda (2014), Senarai Diksi (Pena House, 2014) Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia (Jilid II, 2014), Jalan Cahaya Jilid II (KSI, 2014), Jaket Kuning Sukirnanto (KSI 2014), Sang Peneroka (Gambang Yogyakarta, 2014), Lentera Sastra II (antologi puisi lima negara 2014), Merangkai Damai ( APPN, Nittramaya 2015), Dalam Remang Kumengejar Mimpi (KOMCIBA, Pena House 2015), Saksi Bekasi (Forum Sastra Bekasi 2015), Sajak Puncak (Forum Sastra Bekasi, 2015), Nun (INDO POS, 2015), Dari NegriPoci 6 (Radja Ketjil, 2015), Memandang Bekasi (KSSB 2015), dan Ketam Ladam Rumah Ingatan (Lembaga Seni dan Sastra Reboeng, 2016).
Sekarang berdomisili di Jalan Pemuda Raya RT 3 RW 5 No. 77, Kelurahan Kranji, Bekasi Barat. No.Ponsel 087780260722 dan 082210416774. Pos-El: kurliadi.nf@gmail.com
             


La Danika Deka Bagus Pinilih (Bekasi)

Sungai Hitam

Dari dapur pemilik cluster
Westafel membersihkan tangan tuan nyonya rumahan
Dari simpelnya mereka berkehidupan
Air ledeng hanyut ke selokan-selokan kecil

Dari dapur restoran besar
Bau lezatnya cucian bahan-bahan kuliner
Sabun pembilas kotor-kotoran makanan
Menempel erat sejauh air cucian menghanyut

Dari dapur pabrikasi raksasa
Limbah olahan produk menguarkan bau tak sedap
Menghitamkan saluran-saluran sungai
Mendekatkan kematian dengan segera

Dari ibukotalah deras pembuangan
Sisa-sisa konsumerisme terabaikan
Dari ibukotalah aroma sungai hitam
Mengancam setiap nyawa tanpa henti

Jawa Barat, 15 Maret 2016

La Danika Deka Bagus Pinilih. Sedang studi kesusatraan Indonesia, belajar penuh di Forum Sastra Bekasi. Menulis kapan pun dan untuk banyak keperluan publikasi.



Lady Denaya (Bekasi)

Seperjalanan Searus

semusim yang lalu mempertemukan gairah yang tersekap
di lumbung basah, aku ikuti jalannya menemui ruas yang bernama perjumpaan
kalau kita ditakdirkan sebagai air, kita tak kuasa menahan dorongan arus bersama angin yang kian kencang
memang begitulah cara alam menyampaikan daun-daun kering ke pembuangan terakhir: laut lepas

selepas kita menatap pekat rentina pandang, kita menemukan arah yang sama, ke asal kita tercipta dari sebuah sungai surga wadah para bidadari memandikan diri mereka dan kita suci. tibalah kelahiran memecah kecemasan di ruang tunggu, kita melihat derasnya darah segar ibu menyambung napas segar yang kita hirup

di sebelah sisi yang kita namakan cinta, sungai jernih itu. kita berenang sepenuh air sejuk mengulang peristiwa perkenalan kita yang teranggap sakral. seperti Sungai Nil yang menyelamatkan Musa dari kematian secepat mungkin. atau seperti Sungai Gangga milik kesucian cerita heroik asmara itu digelorakan

seperjalanan searus kita, kita temukan sungai kemurnian itu dalam benak nyata dan jauh dari ketermungkinan ilusi. seperjalanan searus kita, kalau pun sungai tempat kematian kita memang pantaslah sebab awal kehidupan kita adalah sungai surga yang mengalir bersamanya suci zat yang kekal.

Duren Jaya, 15 Maret 2016

Lady Denaya tumbuh kembang di Bekasi. Suka menulis puisi, cerpen, dan esai. Berproses kreatif di sejumlah media lokal, menulis di Lumbung Sajak Forum Sastra Bekasi. Tinggal di Jalan Rajawali IX, Blok Aj 13 No. 1, Perum Vila Gading Harapan Pintu Timur, Babelan Kota, Bekasi Utara. 
  


Mahda Emjie (Tanah Bumbu)

Ular Raksasa Bertubuh Cokelat

Meliuk, menyantuni bebatuan cadas tiada jemu
Melingkar di sisi gunung yang menjulang dan tandus
Membubuhkan warna cokelat pada cairan jernih tak jemu
Juga mengapungkan hiasan pengrusak dalam aliran penghidupan

Anak-anak  sungai ragu menyatukan tubuh
Ikan termangu, seraya mengeluh terlalu sesak menghela napas
Kodok pun enggan menitip telur, sebab tiada tempat yang teduh

Oi! Jangan jadikan ular raksasa hijau menjelma pemangsa
Sungaiku bukan momok dikala hujan mencurahkan kasih
Menyambut titipan aroma rindu pepohonan
Sungaiku bukan pula penebar musibah
Namun sumbatan pada jalanlah,
yang memaksanya masuk kampung
Menghayutkan sebagian mimpi-mimpi tertentu
Landas bersama kesadaran

Satui, 2016

Mahda Emjie lahir dengan nama Mahdalena tepatnya  pada tanggal 3 Januari 1987 di Ilung, Kecamatan Batang Alai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Ia dibesarkan disana.
Karyanya di muat antara lain di antologi puisi Merangkai Damai, antologi puisi Aruh Sastra Kalimantan Selatan  XI Membuka Cakrawala Menenyentuh Fitrah Manusia, antologi puisi tadarus puisi Banjarbaru 2015 Ada Malam Beratabur Bintang, antologi puisi penyair Tanah Bumbu Elegi Rindu Senja di Rumah-Rumah Bagang, antologi puisi Bunga Putra Bangsa, antologi puisi Ayah di Bahumu Aku Bersandar, antologi puisi Aruh Sastra Kalsel ke XII Kalimantan Tidak Akan Menyerah, antologi puisi Ibu dalam Balutan Rindu jilid II, antologi puisi Laut jilid ll, antologi puisi Ayo Goyang.
Kini, Mahdalena berdomisili di Jalan Provinsi Km 172 Desa Satui Barat, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Kode Pos 72275.  Pin BBM 55462B61, No. Ponsel 082255795904, Pos-El: mahdalena345@yahoo.co.id



Mahfuzh Amin (Tanjung)

Wajah Sungai

Dulu, dia adalah kebanggaanmu
Arusnya, riaknya,
selalu membuatmu tertawa
Dan kau selalu berkata
bahwa di hulunya terdapat sebuah pintu Tuhan
Pintu tempat Dia mengalirkan keberkahan untuk kauraup

Lantas,
ketika wajahnya mengeruh
kau pun mulai memakinya
lalu saat perutnya membuncit
Kau menyebutnya malapetaka

Lupakah kau pernah membasuh tanganmu saat kotor di alirannya
setiap hari, setiap waktu,

Lihatlah, wajah sungai yang keruh itu
adalah wajahmu sendiri
yang terlukis dari kekotoran jiwamu

Tabalong, 150302016

Mahfuzh Amin,  kelahiran Ujung Murung (HSU), 1 Mei 1990. Beberapa cerpennya pernah dimuat di harian lokal di Kalimantan Selatan. Karyanya juga pernah tergabung dalam beberapa buku antologi, baik cerpen maupun puisi.
Buku tunggalnya yang telah terbit adalah Insiden April-Mei (Novelet) dan Superstar Udin (Novel). Pernah meraih juara 3 pada lomba menulis cerpen yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Daerah Banjarbaru tahun 2015 dan Juara 3 lomba menulis cerpen yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Kota Banjarbaru pada tahun yang sama. Sekarang tinggal di Jalan Tepian Baru RT 9, Desa Kapar, Kec. Murung Pudak, Kab. Tabalong. Prov. Kalimantan Selatan, 71571.




M. Johansyah (Tanah Bumbu)

Garis Batas Bukan Tak Berbatas

mendung menggantung
di Sungai Kusan aku termenung
rinduku dibelah laju klotok
baling-baling memotong mimpi kecil-kecil
bersisa buih, enceng dan itik menari
berenang ke sana kemari
larut menepi
lalu aku labuhkan jangkar
di tengah warna hijau pekat merkuri
membaui, menciumi
setelah sungai dicemari
setengah kehidupan terpolusi
ternyata kematian menghadang
mati … mati … kematian akan meregut harapan
wahai yang telah hanyutkan kesombongan
ke mana aku akan bawa mayat-mayat gelimpangan
di dadaku penuh sesak tulang-belulang tercecer
meregang pilu mencabik-cabik
kesedihan yang berontak dan rasa apa lagi yang aku rasakan

wahai aku rasakan sendi-sendiku terkuras oleh marah
engkau kugilas dengan segenggam sumpah serapah
seakan ingin kuayuntebaskan pada leher mereka, penguasa

dengan lantang aku katakan:
hei, dulu keruh sekarang engkau tebar racun
kehidupan tidak untuk ditertawakan
kehidupan untuk semua orang
kehidupan hak bagi anak-anak
kehidupan harus dihormati

jika engkau rampas dari tangan-tangan kami
maka enyahlah dari tanah bertuah ini
batas bukan tak berbatas
batas bukan sekehendak
batas adalah garis-garis demarkasi
antara kampung dan areal penguasa

seandai engkau tidak pergi
jadi apa nantinya kami
bernapas pun akan mati
tertawa pun akan lenyap
berbisik pun akan tuli
maka aku akan berteriak sekuat tenaga untuk katakan: berhenti!

Batulicin, 10/02/2016#11.28

             M. Johansyah lahir 13 September 1963 di Murung Pudak (Tanjung, Tabalong Kalimantan Selatan). Sekarang berdomisili di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu.
             Aktif menekuni sastra, khususnya puisi dan cerpen. Di antaranya telah dibukukan pada antologi bersama puisi dan penyair Tanah Bumbu  Tragedi Buah Manggis (2011);  Bentara Bagang (2012); Siluet Rumah Laut (2014); Alegi Rindu Senja di Rumah-Rumah Bagang (2015) yang di terbitkan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata dan Dinas Perpustakaan & Arsip Daerah Kabupaten Tanah Bumbu bersama KSI Tanah Bumbu, dan beberapa antologi puisi bersama: ASKS X, Banjarbaru, Tadarus Rembulan, ASKS XI, Tapin 2014 Membuka Cakrawala Menyentuh Fitrah Manusia,  serta ASKS XII Martapura Menolak untuk Menyerah. Filosofinya. “Hidup adalah seni; sedangkan seni itu harus selalu hidup dalam diri “ Bisa dihubungi di Radio Nirwana Batulicin Jalan Raya Batulicin No. 03 RT. 13 Kecamatan/Desa BatulicinKabupaten Tanah Bumbu (72171), No. Ponsel: 0813 4947 6102, dan Pos-El: rgm_fm@ymail.com



Maria M Bhoernomo (Kudus)

Sungai dan Hujan

Sungai-sungai dirajam kotoran
Sepanjang kemarau 
Bau busuk menyengat 
Banyak orang meludahinya

Sungai-sungai dirajam hujan
Hingga banjir bandang
Keluh-kesah di mana-mana
Banyak orang mengungsi

Sungai dan musim hujan
Seperti sepasang pengantin
Menarik perhatian
Menghabiskan anggaran.

Griya Pena Kudus, 2015
  
           Maria M Bhoernomo lahir di Kudus, 23 Oktober 1962. Banyak menulis puisi, prosa dan esai dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia yang dipublikasikan di sejumlah media.



Maria Roeslie (Banjarmasin)

Selalu Sungaiku

Riak-riak kecil di sungaiku
Memantulkan cahaya langit jiwa
Bergerak tak seirama hati
Tak tentu kedalaman gejolaknya
Berlayarlah wahai kapal-kapal cinta
Melajulah dengan iringan awan putih
Agar jangkar kasihku mampu menemukan dan menghentikanmu

Riak-riak kecil di sungaiku
Selalu memantulkan cahaya jiwaku
Setiap mentari mengintip di relungku

Feri Batulicin—Kotabaru, 03 Maret 2016

Maria Roeslie, pekerja bank yang terus belajar dalam dunia sastra ini rutin menulis puisi, pantun dan cerita pendek dalam bahasa daerah Banjar yang rutin diposting dalam akun facebook nya maria roeslie. Beberapa karya sastra nya telah dibukukan antara lain, antologi PANTUN BANJAR 1 & 2, antologi puisi LANGIT TAK BERTEPI, antologi bersama bankers PAGI DAN MENTARI, antologi bersama PUISI MENOLAK KORUPSI , antologi bersama MEMO UNTUK PRESIDEN 2b & 3, MEMO UNTUK WAKIL RAKYAT, puisi buat GusDur DARI DAM SENGON KE JEMBATAN PANEGEL, antologi puisi bersama DUKA GAZA DUKA KITA, antologi puisi bersama MERANGKAI DAMAI, dll.



Marlina (Tanah Bumbu)

Sungai Kusan

Sungai meradang
menimba airnya yang tak pernah mengering

Iringan buih, ratik, dan gerombolan enceng gondok
Mengalir bersama perahu
ke hulu, mengayuh hari esok

Aku duduk di tepian
Seakan sungai ini menawarkan kepedihan
ketika hulu telah menjadi ladang

Oh, sungaiku
Kau masih tetap mata alirku

Tanah Bumbu, Pagatan, 12 Maret 2016
  
Marlina lahir di Pagatan 7 April 1992. Suka menulis catatan harian dari kecil dan baru mencoba mengenali karya sastra. Lulus SD di SDN 1 Satiung, kemudian melanjutkan ke MTs Negeri 2 Kusan Hilir, MA Al-Kautsar Satiung, Kusan Hilir dan mendapatkan gelar sarjana pendidikan dari STKIP PGRI Banjamasin. Pernah bekerja di SDN 1 Satiung, kemudian ke MAF Batulicin, dan sekarang bertugas sebagai staf perpustakaan di SMP Negeri 1 Kusan Hilir. Tinggal di Jalan Tepian Sungai Kusan RT 4 Desa Satiung, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu (Kalsel). Fb: Rabiy’Qalbiy Almuhdar. 




Matroni Musèrang (Sumenep)

Seperti Sungai Bai

seperti desau Sungai Bai
kau melupakan retakan hari-hari
dan batu-batu menjadi malam

kuberharap air sungai ini
membawa orang-orang miskin hanyut
dengan kain-kain dan air mata
yang terterah ke peradaban sungai

malam ini
kuharap kerikil sungai
melumpuhkan keangkuhan
agar kulihat mengalir
darahku yang kedua

akankah sungai ini kubungkus dengan uang

tuan Indonesia mengeluarkan undang-undang
dari keringat rakyat, jiwa liat
dan sungai kata sebuah negeri

kunyanyikan bahasa air
sebagai tanda lahirku
kubaca ayat-ayat Sungai Bai
di antara tradisi-tradisiku

agar rakyat tak terdampar
agar rakyat tak diberdaya

Battangan, 2016-03-07

Matroni Musèrang lahir di Sumenep. Buku antologi puisi bersamanya adalah Puisi Menolak Lupa (2010), Madzhab Kutub (2010), Antologi Puisi Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Jatim, 2010). Suluk Mataram 50 Penyair Membaca Jogja (2011), Menyirat Cinta Haqiqi (NUMERA, Malaysia, 2012), Rinai Rindu untuk Kasihmu Muhammad (2012), Satu Kata Istimewa (2012), Sinopsis Pertemuan (2012), dan Flows Into The Sink, Into The Gutter (Inggeris-Indonesia, 2012), Sauk Seloko (PPN VI Jambi 2012), Solusional 1 (2012), Dialog Taneyan Lanjang, Bunga Rampai (2012), Sebab Cinta (2013), Di Pangkuan Yogya (2013), Terpenjara di Negeri Sendiri (2013), Indonesia di Titik 13 (2013), Lintang Panjer Wengi di Langit Yogya (2014), Gemuruh Ingatan (2014), Dari Negeri Poci 5, Negeri langit, (Komunitas Radja Ketjil, Jakarta: 2014). Puisi Menolak Terorisme (2014), Parangtritis (2014), Penganten (2015) 175 Penyair Dari Negeri Poci 6, Negeri Laut (2015), NUN (Yayasan Haripuisi Indonesia, Jakarta; 2015), Memandang Bekasi, Komunitas Seni dan Sastra Bekasi, Antologi Puisi Penyair Nusantara (2015), Ketam Ladam Rumah Ingatan, (LSS Reboeng; Jakarta; 2016). Ia bisa dihubungi di nomor 085233199668.


Silakan klik Daftar Isi untuk membaca bagian-bagian lainnya.

0 comments: