Bagian Pertama


Abu Ma'mur MF (Brebes)

Melankolia Sungai

sejulur sungai di pinggiran dukuh kecil tempat aku lahir
orang-orang menyebutnya kali pah, konon sungai itu bertuah
semasa aku masih bocah, pada Jumat kliwon, kulihat
seorang dukun mengguyurkan sekujur tubuhnya di sana
entah energi magis macam apa yang ada dalam anasir airnya
aku hanya rasakan: jernih airnya memantulkan keriangan dan
suara gemerciknya adalah nyanyian

musim hujan senantiasa setia gemburkan kenangan
:anak-anak telanjang menikmati tarian sungai,
sekawanan ikan yang sesekali menyembul dari
kedalaman lalu jumpalitan di udara – merindu cahaya
atau sekedar mengabarkan keriangan, barangkali.
juga bebatuan kecilnya

sayang, peradaban terlampau rakus menelan segalanya
cabikan cakarnya menyisakan kengerian paling nyeri
kali pah perlahan sekarat meninggalkan kenangan berkarat
tiada lagi jernih air ngalir tiada lagi ikan jumpalitan
dan keriuhan anak-anak, melindap lalu perlina

sejulur sungai di pinggiran dukuh kecil tempat aku lahir
kini penaka comberan: genangan limbah, timbunan sampah
meruapkan aroma kepedihan paling kuyup
mengabarkan memayu hayuning bawono yang telah redup

kecupan hujan sore ini kembali gemburkan kenangan
: serpihan riwayat yang mengigil, beku dalam buku
Puisi

Brebes, 2016

Abu Ma'mur MF, seorang petani puisi, pecinta kopi dan buku. Puisi-puisi dan tulisannya tersebar di Horison, Suara Merdeka, Wawasan, Muslimah, Sabili, Perkawinan dan Keluarga, Tren, Kabar Pesisir, dsb.
Sejumlah puisinya juga termuat dalam Bunga Rampai: Mengenang Piek Ardijanto Soeprijadi (2003), Persetubuhan Kata-kata (Dewan Kesenian Jawa Tengah, 2009), Ngranggeh Katuranggan (Yayasan Pustaka, 2009), Munajat Sesayat Doa (FLP Riau, 2011), Kosong=Isi: Antologi Puisi 107 Penyair Indonesia dan Malaysia (Lesbumi, 2012), Balada Asu (Yayasan Pustaka, 2012), Dialog Taneyan Lanjang (Majelis Sastra Madura, 2013), Ganti Lakon Sintren Dadi Ratu (Kampung Seni Kota Tegal, 2014),  Puisi Menolak Korupsi Jilid 4: Ensiklopegila Koruptor (Forum Sastra Surakarta, 2015), dan Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibuku Media, Yogyakarta, 2015).
Prestasinya pernah meraih juara I Lomba Menulis Artikel Buletin Nurani (2003), juara I Lomba Baca Puisi Bahasa Inggris dalam rangka ultah Kab. Tegal ke 404 (2005), juara I Lomba Menulis Surat Buat Bupati Tegal (2007), Juara I Festival Baca Puisi Tingkat Provinsi Jawa Tengah (2008)
Sempat aktif di aktif di teater Lare’s Dramatic, Komunitas Asah Manah, Komunitas Klonengan, dan menjadi pengurus Lesbumi Kab. Tegal. Kini menjadi Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Brebes. Pos-El: abumamur.mf@gmail.com. FB: Abu Ma’mur MF (buih_cahaya@yahoo.com). Nomor Ponsel: 085640123997



Ade Riyan Purnama (Jakarta)

Kesetiaan Muara Sungai

Gemercik air mengelus batu
Menyapa ranting
Menjabat lumpur
Dalam aliran hulu yang senantiasa mendatangi hilir

Hujan,
             Embun,
                          Mata air
                                          , limpasan bawah tanah
                                                                                       , salju
Adalah ibu dari perlintasan tebing-tebing  yang akhirnya memeluk laut

Berjalan dan mengalir mengikuti waktu
Melewati berbagai kekotoran dan kebeningan
Melalui proses tatanan alam
: Muara sungai yang setia pada laut
Pada takdir yang diberikan pada awan
Yang dipinangkan pada hujan
Dan di amin-kan oleh gunung dan hutan

Ade Riyan Purnama lahir 29 tahun lalu. Menulis puisi di sela-sela tugas sebagai jurnalis di Ibukota Jakarta. Puisinya terbit dalam antologi Tanya Dalam Koma dan Selimut Kecil Kafan Penyair, disamping bisa dinikmati dalam audio visual Salon Sastra Volume 1 sampai 4.  Tinggal di Jalan Pluit Dalam RT 009 RW 08 No.2, Kel/Kec: Penjaringan, Jakarta Utara. 14440. Pos-El: aderiyan.purnama87@gmail.com. Facebook: Ade Riyan Purnama. ponsel: 0877 8258 8833.


Ahmad Dzikron Haikal (Semarang)

Kali Gede

Di Kali Gede, matahari kemerahan kilaunya. Sepanjang tepiannya, cahaya lunglai dan berbau basi. Menyisakan kegelisahan burung-burung yang migrasi. Kicaunya teramat dingin. Membeku di ujung sinar mentari.

Saat kududuk di ujung sampan, angin mengancam rambutku. Sesekali kudendangkan syair. Bukan kepada senja, atau pun mega. Tapi pada bocah-bocah yang mandi di sana.

Kali Gede tak sederas dulu. Arusnya pergi meninggalkan sunyi. Hari makin surut, kekasih. Rumah-rumah yang kujumpai di sepanjang kali, pintunya penuh kenangan dan selalu tertutup rapat-rapat. Lampunya juga telah padam entah sudah berapa lama. Sampah dan sampan menaruh rahasia, di atas sirip-sirip ikan yang melata.

6 Maret 2016

Ahmad Dzikron Haikal, penggiat Sastra Malam Jumat dan Klinik Art. Beralamat di Banyumanik Semarang. Dapat disapa di Pos-El: andhikasoepari@yahoo.com dan akun Facebooknya oyex yexo xoye peyex




Ahmad Rifani (Tanah Bumbu)

Riak Cadas Berteriak

Kala kupandang lekukan meliuk-liuk
Bak reptilia melata
Gemericik riak berteriak
Batu-batu cadas terusik
Oleh sentuhan racun sianida
Yang membuat tubuhmu penuh dengan noda
Noda-noda sisa cairan kehidupan
Kulitmu yang dulu transparan
Berubah warna menjadi kuning
Penuh dengan daki-daki kehidupan
Keindahan, kesejukan, kedamian
Yang pernah singgah
Hilang seketika diterjang racun kehidupan
Salah siapa...
Manusia....

Kampung Baru, 26 Pebruari 2016

Ahmad Rifani lahir di Margasari, 4 Nopember 1986. Pendidikan terakhir S1 Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Unlam Banjarmasin dan sekarang bekerja di SMAN 1 Kusan Hilir. Alamat rumah sekarang Komp. Sepunggur Raya Indah Blok D1 No. 12 Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.




Akhmad Cahyo Setio (Tanah Bumbu)

Sungai-Sungaiku Tinggal Riwayat

Bila nanti sungai-sungai itu telah mengering
Tak setitik tirta pun tersisa
Ke mana para ikan-ikan itu bersua
Ke mana kumpulan katak itu bercanda
Hanya bebatuan koral yang menganga dan hampa tiada arti apa-apa

Dulu di sungai itu adalah surga bermainnya para lundu
Dengan kumis-kumis kecil lucu
Membuat hati sesiapa pun tersipu
Saling berkejaran ini dengan yang itu
Ada pun kodok di tepi sungai tertawa lucu melihat cengkrama sendau gurau
Aah... aku pun iri pada kedamaian mereka

Namun semuanya kini tinggallah cerita di atas kertas
Ikan kecil, lundu-lundu lucu dengan kumisnya itu, dan kumpulan katak telah pamit tergulung oleh waktu

Pohon-pohon tumbang, hamparan nan luas berlubang-lubang, bukit tinggi pun gersang, sungai-sungai kering mengerontang
Tanah tandas tinggal bebatuan cadas tak berbekas
Isi perutnya semua habis terkuras
Mesin eksapator terus saja menyosor
Suara mesin dumping adalah musik yang paling dibenci oleh para ikan-ikan itu, sebab mengusik ketenangan dan kedamaian mereka itu

Air mengeruh pekat seperti berkarat
Napas ikan-ikan kecil tersekat
Membuat mereka semakin sekarat
Dan sungai-sungaiku kini hanyalah tinggal sebuah riwayat

Mantewe, 25/01/2016

Akhmad Cahyo Setio kelahiran 11 Nopember 1993. Sering dipanggil akrab dengan sebutan Cahyo. Mengenyam pendidikan di STKIP PGRI Banjarmasin. Ia aktif dalam sebuah sanggar KOMUNITAS BAGANG SASTRA di kota Tanah Bumbu.
Ia juga pernah menuliskan goresannya dalam buku antologi puisi TANAH BUMBU, antologi puisi ASKS XII Martapura Menolak untuk Menyerah, antologi puisi Mengungkap Tabir Bumi Khatulistiwa, dan antologi puisi Kabut Asap. Ia tinggal di Desa Rejosari Kec.Mantewe Kab. Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Nomor ponsel: 085248543011 dan Pos-El: akhmadcahyosetio@gmail.com, Nama Facebook : Akhmad Cahyo Setio



Akhmad Sekhu (Jakarta)

Sungai Code dalam Bingkai
: catatan mengenang YB Mangunwijaya

Code dalam bingkai persembahan seorang arsitek
Yang sukses mengangkat citra pemukiman kumuh
Cintaku, jadi permukiman nyaman penuh warna-warni
Sebuah persembahan yang tulus jadi kenangan abadi

Code, Cintaku, kini menjadi sedemikian asri
Aliran airnya percikan perenungan memberi inspirasi
Lalu berlanjut sampai perenungan meluat
Di sini, dunia tak lagi pemandangan fatamorgana
Bila matahari terbit dan cakrawala menjelang

Code seperti bukan lagi sungai, Cintaku, arus
Yang kita tempuh, syair yang begitu deras mengalir
menuju pemahaman hidup kita penuh kedamaian

Yogyakarta—Jakarta, 2016 

Akhmad Sekhu lahir 27 Mei 1971 di Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jawa Tengah. Besar di "Kota Budaya" Yogyakarta, kini hijrah ke "Kota Gelisah" Jakarta. Menempuh pendidikan di SD Negeri Jatibogor 3, SMP Negeri 2 Kramat, SMA Pancasakti Tegal, LPK Prisma Asri Yogyakarta, Universitas Widya Mataram,Yogyakarta.
Sewaktu kuliah jadi kontributor rubrik "Suara Mahasiswa" di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, kemudian lulus kuliah pernah menjadi kontributor rubrik "Catatan Media" Republika sebagai pengamat masalah film dan pertelevisian, juga rubrik "Kota Kita" Kompas sebagai pengamat masalah arsitektur perkotaan. Pernah menjadi Guru Menggambar di beberapa SD di Jakarta, termasuk SD Besuki 1, Menteng; SD-nya Barack Obama, kemudian pernah juga menjadi wartawan di Majalah Architecture, Engineering, Interior INDONESIA DESIGN (1996-1998), dan bekerja sebagai wartawan Majalah Film MOVIEGOERS dengan media online: www.moviegoersmagazine.com. 
            Menulis, berupa puisi, cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film, telaah tentang televisi di berbagai media massa, antara lain: Majalah Horison, Majalah Tempo, Majalah Gatra, Kompas, Republika, Jawa Post, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Suara Muhammadiyah, Seputar Indonesia, Bisnis Indonesia, Jurnal Nasional, Sinar Harapan, Serambi Indonesia, Koran Tempo, Koran Jakarta, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Yogya Post, Solo Post, Surabaya Post, Lampung Post, Nova, Aufklarung, Kuntum, Bakti, Annida, Sabili, Gaul, Ceria Remaja, Story, dll. Juga dapat disimak dalam buku antologi komunal; Cerita dari Hutan Bakau (Jakarta, 1994), Serayu (Purwokerto, 1995), Fasisme (Yogyakarta, 1996), Mangkubumen (Yogyakarta, 1996), Zamrud Khatulistiwa (Yogyakarta, 1997), Tamansari (Yogyakarta, 1998), Jentera Terkasa (Solo, 1998), Gendewa (Yogyakarta, 1999), Embun Tajalli (Yogyakarta, 2000), Jakarta dalam Puisi Mutakhir (Jakarta, 2001), Nyanyian Integrasi Bangsa (Jakarta, 2001), Malam Bulan (Jakarta, 2002), Nuansa Tatawarna Batin (Jakarta, 2002), Aceh dalam Puisi (Jakarta, 2003), Bisikan Kata Teriakan Kota (Jakarta, 2003), Maha Duka Aceh (Jakarta, 2005), Bumi Ini adalah Kita Jua (Jakarta, 2005), Komunitas Sastra Indonesia: Sebuah Perjalanan (Tangerang, 2008), Antologi Seratus Puisi Bangkitlah Raga Negeriku! Bangkitlah Jiwa Bangsaku! (Seratus Tahun Budi Utomo 1908-2008, diterbitkan Departemen Komunikasi dan Informatika RI, Jakarta, 2008), Murai dan Orang Gila (Jakarta, 2010), Antologi Puisi dan Cerpen Festival Bulan Purnama Majapahit (Mojokerto, 2010), Kabupaten Tegal; Mimpi, Perspektif, dan Harapan (Tegal, 2010), Antologi Puisi Penulis Lepas (Jakarta, 2011), Negeri Cincin Api (Jakarta, 2011), Equator (antologi 3 bahasa; Indonesia, Inggris, Jerman, setebal 1230 halaman, Yogyakarta,2011), Antologi Puisi Religi "Kosong = Ada" (Tegal, 2012), ENSIKLOPEDI GUBERNUR JAKARTA dari Masa ke Masa (manuskrip, Depok, 2013), Buku cerita anak-anak Hantu Siul dan 14 Cerita Keren Lainnya (Jakarta, 2014), Memo untuk Presiden (Solo, 2014), Antologi Puisi 100 Penyair Indonesia – Malaysia Syair Persahabatan Dua Negara (Yogyakarta, 2015).
Merespon fenomena jagat internet dunia maya yang membudaya di masyarakat, tahun 2014 karya-karyanya berjudul Maha Cinta, Jus Cinta Campur Cemburu, Lima Menit Bersama Suzanna dan Burung Kertas diterbitkan dalam bentuk e-book oleh aksara maya, jika ingin menyimak ceritanya silakan klik http://moco.co.id.
           Catatan tentang kesastrawanannya masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal, dll.           
Karya-karyanya dijadikan bahan penelitian dan skripsi tingkat sarjana, seperti di antaranya skripsi "Deskripsi Mitos Pulung Gantung Dalam Novel Jejak Gelisah Karya Akhmad Sekhu" (Retno Octavianny, Fakultas Sastra, Universitas Sumatra Utara), skripsi "Budaya Jawa dalam Novel Jejak Gelisah karya Akhmad Sekhu" (Faizia, Universitas Negeri Semarang), skripsi "Aspek Psikologi dalam Novel Jejak Gelisah Akhmad Sekhu serta Implikasinya bagi Pembelajaran Sastra di SMA" (Artika Anjayani, Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Universitas Pancasakti Tegal), "Kajian Sosiologi Sastra pada Novel Jejak Gelisah karya Akhmad Sekhu dan Implikasinya bagi Pembelajaran Sastra di SMA" (Aris Sutrimo, Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, Universitas Pancasakti Tegal), "Nilai-nilai Religius dalam cerpen 'Lelaki Tua yang Lekat di Dinding Masjid' Karya Akhmad Sekhu" (Zainal Arifin, Prodi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidiian). 
Buku antologi puisi tunggalnya; Penyeberangan ke Masa Depan (1997, Pengantar: Piek Ardijanto Suprijadi), Cakrawala Menjelang (2000, pengantar DR. Faruk HT, Prof. DR. Suminto A. Sayuti, Prof. DR. Rachmat Djoko Pradopo, dan Sambutan Sri Sultan Hamengkubuwono X), sedangkan novelnya: Jejak Gelisah (2005) diterbitkan Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo, Gramedia Group), dan Dibuai Dimanjakan Kenangan (2005) dimuat cerita bersambung di Harian Sinar Harapan.
Memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999), Penulis Terbaik "Suara Mahasiswa" di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta (1999), Pemenang Lomba Mengarang Pahlawan Nasional Mohammad Husni Thamrin di Jakarta (2004), Pemenang Favorit Lomba iB Kompasiana Blogging Day (2010), Pemenang Media Writing Competition Review Film “Laura & Marsha” (2013), Pemenang Cerpen Festival Fiksi Anak (2013).
Mantan Ketua Kelompok Sastra Mangkubumen (Teater Dokumen) Universitas Widya Mataram Yogyakarta, pernah aktif di Komunitas Study Sastra Yogyakarta (KKSY), Himpunan Sastrawan Muda Indonesia (Hismi), Masyarakat Sastra Jakarta (MSJ), Sanggar Teater Populer di Padepokan Seni Drama dan Film Teguh Karya, Sanggar Mentaya Estetika Gelanggang Remaja Planet Senen, mejabudaya PDS HB Jassin TIM, Komunitas Planet Senen (KoPS), Komunitas Penulis Tegal, Komunitas Penulis Pancoran, Yayasan Biografi Indonesia, Akademi Kebangsaan, Ikatan Keluarga Besar Tegal (IKBT) Bahari Ayu Jakarta, Paguyuban Jatibogor Bersatu, Komunitas Penulis Skenario dan Sutradara Indonesia (KPSSI), anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) DKI Jakarta.



Akhmad Zailani (Samarinda)

Sungai Kami yang Mengalir
di Kepalaku

memikirkan sungai, kepalaku  penuh kenangan
mengingat kenangan-kenangan manis yang mengalir di kepala, menusuk-nusuk pikiran dan membuat sesak dada. mengingat  kenangan berarti kembali  ke cerita derita

sungai kami, Mahakam tak lagi seperti dulu.  apalagi anak-anaknya.  tubuh anaknya,  Karang Mumus kotor dan berbau. sekelompok manusia kotor dan berbau dengan hasil onaninya telah memperkosa Mahakam dan  Karang Mumus.  dengan sedih aku sampaikan; perkosaan itu dilakukan terus-menerus entah kapan berhenti

Itulah kenangan deritanya. tak ada lagi canda anak-anak manusia yang berenang, terjun dari atas jembatan, hanyut mengikuti arus air, dengan berpegangan pada batang kayu, yang membawa kabar tentang pembabatan hutan di hulu.  Tak ada lagi anak-anak manusia yang menyusu di tubuhnya.  air di tubuh Mahakam dan juga anaknya, Karang Mumus sudah mati.  kenangan musim banyu bangai  *  yang datang,  membuat kami berebutan menangkap  ikan-ikan sekarat yang hanyut, sudah hilang

Mahakam,  anaknya Karang Mumus dan anak-anaknya yang lain memang masih ada. namun tubuhnya kian hari kian sekarat  dan diujung-ujung bagian tubuhnya sudah dikubur

mengingat kenangan sungai, berarti kembali ke cerita derita, yang mengalir berkelok-kelok di kepalaku.  tentang tangisan pesut yang menangisi tangisan sungai yang menangisi tangisan hutan yang dibabat yang menangisi bumi yang berlubang-lubang. Ikan yang menyeret-nyeret gelombang tak hanya mengabarkan tentang hutan yang perlahan habis dibabat, tapi kini cerita derita tentang  tanah-tanah dengan lubang-lubang besar, dan limbah batu baranya yang membuat pesut mati dan jumlahnya terus berkurang. kenangan memang masih manis. puisi masih enak dihirup, dengan pandangan mata bila berdiri di sisinya. bibir yang dipoles indah, hanyalah untuk menutupi penyakit dalam kronis yang diderita

rinduku pada pada sungai, dengan kenangan-kenangan manis yang mengalir di kepala,  kini menusuk-nusuk pikiran, dan membuat sesak dadaku

sungguh sungaiku sedang sekarat dan hingga kini secara terus menerus masih diperkosa. memikirkan  sungai, dengan duduk di sisinya berarti mengingat kenangan dan kembali ke cerita derita. Tentang cerita derita sungai kami, dalam kamar pikiran di kepalaku, yang menusuk-nusuk dan membuat sesak dada.

Tepian Mahakam,  7 Pebruari 2016

Keterangan.
*banyu bangai = pada saat banyu bangai, ditemukan banyak ikan-ikan yang  mati mendadak.   Banyu bangai disebabkan oleh perubahan temperatur air yang drastis, yang diakibatkan oleh kemarau yang cukup lama dan dilanjutkan dengan hujan lebat yang cukup lama.

Akhmad Zailani, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.  Lelaki yang akrab dengan Sungai Mahakam dan Sungai Karang Mumus Samarinda ini menulis puisi sejak SD. Puisinya pernah dimuat di Majalah Anak Bobo dan Majalah Anak Kuncung.  Ketika remaja,  cerpennya juara pertama lomba Mengarang Cerita Daerah yang diselenggarakan Dharma Wanita Kaltim ini pernah dimuat di Majalah Remaja HAI dan Majalah Anita Cemerlang.  Sambil kuliah bekerja sebagai  koresponden Majalah FAKTA Surabaya.  Setelah itu, sempat berpindah-pindah sebagai wartawan hingga redaktur pelaksana di koran harian lokal di Samarinda, di antaranya Surat Kabar Harian (SKH)  Suara Kaltim, SKH Poskota Kaltim, SKH Matahari Kaltim
Setelah itu sempat membuat media (tabloid dan majalah) sendiri dan menjadi pemimpin umum/pemimpin Redaksi. Di antaranya Tabloid Habar Samarinda, yang sempat bekerja sama dengan Pemkot Samarinda sebagai koran sosialisasi informasi pembangunan.  Tabloid Info, kerjasama dengan Dinas Pendapatan Daerah Kota Samarinda, serta Majalah Umum METRO, Tabloid Keagamaan Qalam dan Tabloid Qolbu dan banyak media cetak lainnya. 
Selain aktif dengan koran sendiri,  juga sempat membantu menerbitkan lahirnya Koran Sentawar Post (Koran Kabupaten Kutai Barat) yang didirikan Korrie Layun Rampan (alm), yang saat edisi awalnya dicetak di percetakan Suara Kaltim, Samarinda. Puisi dan cerpennya, selain pernah dimuat di media lokal, juga pernah dimuat di Koran Harian Utusan Borneo, Sabah Malaysia.   Selain menulis puisi, cerpen, cerita bersambung, esai,  juara  pertama lomba Menulis Resensi Buku yang diselenggarakan perpustakaan Kaltim ini juga menulis buku. Di antaranya, buku sejarah berjudul; Wajah Parlemen Samarinda.  Tulisan perjalanannya bersama wartawan lokal dan nasional yang mengikuti kunjungan Gubernur  Kaltim, juga dijadikan judul buku “Gubernur Datang, Bawa Uang Nggak?”
Cerpen dan puisinya terhimpun dalam beberapa antologi, termasuk di trilogi buku kritik sastra, yang diterbitkan Sastra Welang Pustaka, Bali; yaitu  antologi puisi  Negeri Sembilan Matahari, antologi puisi  Langit Terbakar Saat Anak-anak Itu Lapar, dan  antologi cerpen Semangkuk Nasi dan Presiden.  Juga tulisan jurnalistik Ketua Umum Ormas Forum Kepedulian Kota (Forkkot) Kaltim yang berjudul, Mengungkap Bisnis Sampingan ABRI (1998) termasuk tulisan terbaik menurut penilaian National Democratic Institute (NDI).



Al-Fian Dippahatang (Makassar)

Cenranae

Kisah yang tak mungkin berulang,
mengingat waktu terus menghantam usia.

Kau tak pernah malu, selalu begitu
setiap kau memintaku ikut mandi-mandi di Sungai Cenranae.
Sepertinya, sudah putus urat malumu.

Masa kanak-kanak di desa selalu terbuka
dan tak mengenal rahasia.

Kendati kau adalah lelaki.
Kau tak pernah merasa tertampar
jika aku melihat keseluruhan lekuk tubuhmu.
Kau tetap riang dan memang kau anak periang,
selalu membuatku betah berteman denganmu.

Tanpa malu-malu, kau melepas seluruh pakaianmu.
Tetapi, dasar, naluri berahi anak-anak tak sekejam orang dewasa.
Kau selalu duluan meloncat ke dalam sungai,
selalu duluan, selalu begitu.
Tak ingin perempuan melombaimu.

Ketika sekujur tubuhmu basah
dan selesai sekali menyelam pada wajah kepuasanmu.
Barulah kau meneriakiku.
Meski, waktu itu kupikir terlalu berlebihan.
Cukup dengan bersuara rendah saja,
aku bisa mendengar ajakanmu.
Jarak, antara kau dan aku begitu dekat.
Lekat kuingat selalu.

Kebersamaan menjadi alasan terdepan.
Aku dan kau sepakat merenangi
sungai perasaan dalam ikrar, menghindari ingkar.

Kini, uban bertumbuh banyak di kepalaku.
Sedang, tak lagi kudengar keluhanmu yang resah itu,
setidaknya, kau bilang seperti ini:
“Sayang, jika urusanmu di dapur sudah tuntas.
Ke sini, aku capek menggaruk kepala,
sepertinya ada satu uban lagi yang tumbuh di kepalaku.”
Tetapi, aku malas untuk mencabutnya.
Sebab, ubanmu tetap ingin kubiarkan tumbuh.
Kubiarkan menandai ikrar kita.

Sisir kutu yang juga sering kupakai
menyisir rambutku, menjadi saksi
cintaku dan cintamu berloncatan
sampai hidupmu memutuskan berlabuh di hidupku.
 
Di sinilah aku berdiri, di tepi Sungai Cenranae,
tempat kau berpuluh tahun lalu berdiri, meloncat,
di dekatnya juga ada pohon yang biasa kaupanjati,
jika kau ingin meloncat dari ketinggian lagi.
Setelahnya, kau suka mendengar pujian dariku,
kau hebat.

Selepas mengunjungi makammu.
Di sinilah aku berdiri, di tepi Sungai Cenranae,
selalu mengenang kenangan.


Catatan:
Sungai Cenranae terletak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Al-Fian Dippahatang lahir di Bulukumba. Kuliah di Jurusan Sastra Indonesia Universitas Hasanuddin angkatan 2014. Sehari-hari belajar sastra di Komunitas Lego-Lego, Komunitas Lamaruddani, Malam Puisi Makassar, dan Pembatas Buku. Mengikuti Workshop Cerpen Kompas di Makassar International Writers Festival 2015.
Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Nasional Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia Bandung (GBSI UPI) 2015, Finalis 1 Lomba Menulis Cerpen Nasional oleh Rumah Baca HOS Tjokroaminoto Bekasi 2015, Juara 2 Lomba Menulis Cerpen Nasional LASFIC (Ling Art Science Fiction) Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang 2015, Juara 1 Lomba Cipta Puisi Tingkat Mahasiswa Se-Sulawesi di Biology Open Day 2015 HIMABIO FMIPA UNM, Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Se-Sulawesi Selatan pada Festival Tradisi Seni dan Sastra FKIP HMJ Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar 2014, Juara 2 Lomba Cipta Puisi HIMAPEM FISIP Unhas tahun 2015, Pembaca Puisi Terbaik pada Pekan Seni Mahasiswa Unhas tahun 2014 dan 2015, Juara 2 Lomba Cipta dan Baca Puisi Festival Musik dan Sastra SKETSA HMJ PGSD FKIP Universitas Muhammadiyah Makassar tahun 2014, Penyair Terpilih dalam Antologi Gelombang Puisi Maritim Dewan Kesenian Banten tahun 2016, Nominator Lomba Menulis Cerpen Remaja Nasional Writing Revolution Yogyakarta tahun 2016.
Tulisannya termuat dalam Antologi Cerpen Pemenang (Ground Zero, 2014), (Kisaeng, 2014), Antologi Puisi Pemenang (Jejak Sajak di Mahakam, 2013), (Kitab Cinta Kota Batik Dunia, 2014), (Negeri Laut: Dari Negeri Poci 6, 2015). Menulis puisi, cerpen, dan esai di koran. Twitter: @pentilmerah. Alamat: Jalan Damai Kampus Tamalanrea Unhas (Indekos: Pondok Hasil cengkeh) Makassar, Sulawesi Selatan.

Silakan klik Daftar Isi untuk membaca bagian-bagian lainnya.

1 comments:

Unknown said...

halo kak, saya pemilik puisi Akhmad Cahyo Setio. tolong kak biodatanya kaka edit. tolong hapus nomor telpon dan nama komunitas. saya tidak ingin mempublikasikan. terimakasih.