Monday, September 13, 2021

Bagaimana Kelanjutan Sastra Indonesia Dot Com Sepeninggal Nurel Javissyarqi?


 

Secara jujur, saya lebih mengenal Nurel Javissyarqi sebagai blogger atau pengeblog (narablog) daripada seorang sastrawan. Itu tidak berarti dirinya bukan sastrawan di mata saya. Ia sastrawan Indonesia yang kiprah kesastrawanannya patut diperhitungkan. Ya, meskipun karya tulisnya agak jarang ditemukan dalam media massa cetak, lewat Pustaka Pujangga, Nurla Adiraga atau Nurla Gautama ini menerbitkan karya-karya sastranya dalam bentuk buku. Sebutlah tiga contohnya, yaitu Sayap-Sayap Sembrani (1999), Balada-Balada Takdir Terlalu Dini (2001), dan Membongkar Mitos Kesusasteraan Indonesia (2017).

Saya juga sempat menulis sebuah esai sederhana tentang buku yang terakhir di atas itu dengan judul "Memahami Keberatan Nurel (dalam bukunya) MMKI" dan bisa dibaca di sini.  

Akan tetapi, kehadirannya lewat Laman Sastra Indonesia yang beralamat di https://sastra-indonesia.com lebih berkesan bagi saya. Ia menambah semarak dunia blogger di Indonesia kala itu. Yakni, kala dunia blogger benar-benar sedang jaya-jayanya. Beragam webblog bermunculan bak jamur di musim penghujan. Begitu pula dengan komunitas-komunitas blogger berdiri di banyak tempat. Dan, Nurel benar-benar intens memublikasikan tulisan-tulisan sastra di lamannya tersebut. Bisa dikatakan ia menjadi dokumentator siber yang mumpuni. Sehingga, dirinya lebih terlihat aktif sekali sebagai pengeblog.

Alhasil, puisi, cerpen, dan esai sastra karya banyak sastrawan tanah air ini dengan mudah ditemukan di Laman Sastra Indonesia yang ia kelola seperti anaknya sendiri itu. 

Mengenai proses pendokumentasiannya, setahu saya, Nurel kadang meminta izin kepada sastrawan bersangkutan. Terkadang pula sebaliknya. Pernah dengan nada bergurau ia mengatakan, "Jangan terkejut kalau tulisanmu ada di Sastra Indonesia." Saya pun membalasnya dengan tertawa. Seingat saya, Nurel memang gemar berkata-kata "santai" tanpa beban, terkesan menganggap remeh sesuatu dengan gaya cengengesan. Mungkin ini untuk menciptakan suasana yang tidak terlalu serius agar terhindar dari kekakuan komunikasi.

Khusus seputar kata-kata santainya di atas itu, pernah suatu waktu, ada satu esai saya yang sebelumnya dimuat di salah satu media massa cetak, dimuat ulang oleh Nurel di laman miliknya tersebut tanpa izin. Secara pribadi, saya sama sekali tidak keberatan. Mengapa? Sebab, hal ini sebenarnya dapat dimaklumi selama tidak ada perubahan nama penulis dan tentunya juga dicantumkannya sumber asli tulisan.

Kini, Nurel sudah berpulang menuju kampung halaman hakiki manusia dan Laman Sastra Indonesia masih hidup. Dengan kata lain, secara fisik, ia tidak akan pernah kembali di tengah-tengah kita, namun warisan sibernya masih tetap ada dan entah sampai kapan akan eksis di jagat sastra dunia ini. 

Nah tentang warisan sibernya itu, sebenarnya beberapa kali saya berpikir, siapa yang akan menggantikan dirinya mengelola laman tersebut?

Dalam hal ini, saya berharap sebelum kepulangannya, Nurel sempat memberitahukan password pembuka laman itu kepada orang kepercayaannya. Entah istrinya atau orang lain. Terpenting, yang bersangkutan amanah dan secara intens melanjutkan perjuangan Nurel sebagai admin Laman Sastra Indonesia dengan dedikasi yang tinggi.

O iya, sebagai tambahan informasi, sebenarnya Nurel tidak hanya memiliki dan mengelola laman tersebut di atas. Ada laman-laman lain yang juga miliknya, semisal Laman Sastra Perlawanan, Sastra Pemberontak, dan Laman Penerbit Pustaka Pujangga. (MJA)


0 comments: