Saturday, January 9, 2021

Sastrawan Kalsel Generasi Zaman Orde Lama Akhir—Orde Baru Awal (1960—1969)

 

Oleh Tajuddin Noor Ganie

 

Fenomena Sastra Pers 

Selama kurun waktu 1960—1969, pelampiasan gairah bersastra di Kalimantan Selatan (Kalsel) didukung oleh 11 buah koran/majalah yang membuka rubrik sastra secara berkala, yakni.

1.    SKH Indonesia Merdeka,1950—1964
2.    SKH Suara Kalimantan, 1952—1963
3.    SKH Indonesia Berjuang, 1952—1964
4.    SKH Utusan Kalimantan, 1957—1964
5.    Majalah Cenderamata, 1962—1964
6.    Majalah Banjarbaru Post, 1962—1964
7.    SKH Suluh Indonesia, 1964—1965
8.    SKH Angkatan Bersenjata, 1964—1965
9.    SKH Pelopor Baru, 1964—1965
10.  SKH Duta Masyarakat, 1964—1965
11.  SKM Mimbar Indonesia, 1966—1970 

Koran/majalah terbitan Banjarmasin di atas, tanpa kecuali,  secara langsung, maupun tidak langsung telah menciptakan situasi yang kondusif bagi lahirnya kelompok sastrawan Kalsel generasi penerus zaman orde lama 1960—1969. Pada tahun 1964, pemerintah orde lama menerbitkan peraturan yang mewajibkan semua koran/majalah yang terbit di tanah air berada di bawah naungan orpol/ormas yang legal. Tidak semua pemilik koran/majalah mampu memenuhi kewajiban itu. Mereka pada umumnya memilih berhenti terbit.

Namun, ada juga pemilik koran/majalah yang berusaha menyelamatkan usahanya dengan cara menggabungkan dirinya ke dalam orpol/ormas yang yang ada. Konsekwensi yang harus ditanggungnya adalah mengganti nama koran/majalahnya sesuai dengan selera pimpinan orpol/ormas yang menaungi penerbitan koran/majalahnya. 

Di Kalsel ada 4 koran yang terpaksa berganti nama, yakni.

1.   SKH Indonesia Merdeka berganti nama menjadi Suluh Indonesia, 1964—1965
2.   SKH Suara Kalimantan berganti nama menjadi Angkatan Bersenjata, 1964—       1965
3.   SKH Utusan Kalimantan berganti nama menjadi Pelopor Baru, 1964—1965
4.   SKH Indonesia Berjuang berganti nama menjadi Duta Masyarakat, 1964—           1965

Pada masa-masa kalut selepas terjadinya pemberontakan G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, semua surat kabar terbitan Banjarmasin menghentikan kegiatannya. Kekosongan sumber informasi itulah yang coba diisi oleh sejumlah aktivis mahasiswa di Kota Banjarmasin. 

Pada tahun 1966, Anang Adenansi dan Djok Mentaya menjadi motor penggerak terbitnya SKM Mimbar Mahasiswa. Sesuai dengan visi dan misinya, SKM Mimbar Mahasiswa ketika itu lebih banyak memuat berita-berita kegiatan para mahasiswa di Kalsel dalam upayanya menumbangkan pemerintahan orde lama dari tampuk kekuasaan yang sudah didudukinya sejak tahun 1945.  Meskipun demikian, di dalam salah satu edisinya dimuat puisi MH Hadaryah Roch berjudul Rakhmatilah Tuhan di Hari Yang Penuh Pengorbanan Ini. 

Puisi dimaksud termasuk puisi yang monumental ditinjau dari sudut pandang wawasan estetik sezaman, karena isinya menggambarkan potret faktual situasi sosial politik di Kalsel pada kurun waktu 1966. Puisi dimaksud ditulis secara khusus untuk mengenang tragedi berdarah gugurnya Pahlawan Ampera Hasanuddin HM di kota Banjarmasin pada tanggal 10 Februari 1966. 

Selain aktif mempublikasikan karya sastranya di sejumlah koran terbitan Kalsel, sastrawan Kalsel sezaman juga aktif mempublikasikan karya sastranya di berbagai koran/majalah terbitan luar daerah, yakni.

1.    Majalah Budaya Yogyakarta
2.    Majalah Mimbar Indonesia Jakarta
3.    Majalah Pembina Jakarta 

Fenomena Sastra Buku 

Antologi Puisi Pribadi

1.    Imajinasi, Darmansyah Zauhidhie, 1960. Kandangan
2.    Kalender, Bachtar Suryani, 1967, Banjarmasin
3.    Bingkisan, Syamsiar Seman, 1968. Banjarmasin
4.    Nyala, Maseri Matali, 1969, Kandangan 

Antologi puisi Maseri Matali berjudul Nyala di atas diterbitkan setelah Maseri Matali meninggal dunia. Tidak lama setelah Maseri Matali meninggal dunia di Kandangan pada tanggal 27 Desember 1968. D. Zauhidhie dan para sastrawan Kandangan lainnya berinisiatif menerbitkan antologi puisi Maseri Matali dimaksud. 

Antologi Puisi Bersama

1.    Perkenalan di Dalam Sajak, 1963, Banjarmasin: CV Himmah 

Antologi puisi bersama Perkenalan di Dalam Sajak merupakan antologi puisi bersama para penyair Kalimantan yang paling pertama diterbitkan orang di tanah air kita. 

Roman/Novel

1.    Putra Mahkota Yang Terbuang, Merayu Sukma, 1963. Medan: Penerbit                 Syaiful, Cetakan III
2.    Kawin Cita Cita, Merayu Sukma, 1965. Medan: Penerbit Sinar Harapan
3.    Sinar Membuka Rahasia, Merayu Sukma, 1965, Medan: Penerbit Cerdas 

Roman/novel Merayu Sukma di atas diterbitkan setelah beliau meninggal dunia di Malang pada tanggal 11 Maret 1951. Pergolakan politik yang berlangsung dalam suasana keras pada kurun waktu 1960—1969 bagaimanapun juga ikut mempengaruhi proses kreatif penulisan karya sastra di tanah air kita ketika itu. 

Apa lagi para elite sastrawan sezaman telah dikondisikan sedemikian rupa untuk ikut terlibat dalam politik praktis melalui wadah-wadah yang sudah tersedia atau berada di bawah naungan suatu orpol/ormas. Di Kalsel, sebagaimana yang juga lajim terjadi di daerah-daerah lainnya di tanah air. Para sastrawan yang ikut menanda-tangani Manifes Kebudayaan yang digagas Wiratmo Soekito dan kawan-kawan, tidak hanya dimusuhi oleh para sastrawan Lekra/PKI tetapi juga dimusuhi oleh para birokrat yang loyal kepada pemerintah yang masih berkuasa secara de jure dan de facto. 

Yustan Aziddin (YA), salah seorang elite sastrawan Kalsel generasi penerus zaman orde lama 1950—1959, pernah mengalami nasib buruk karena statusnya sebagai orang yang ikut menanda-tangani Manifes Kebudayaan di Kalsel. Suatu ketika di bulan April 1965, YA sudah siap mengikuti ujian skripsi sarjana muda di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Negeri Bandung Cabang Banjarmasin. 

Namun, tiba-tiba Ketua Jurusan mengatakan bahwa ia harus membuat skripsi baru, karena skripsi lama yang sudah siap diujikan itu dinilai mengandung ide-ide Manifes Kebudayaan (Tentang Faktor di Luar Sastra, SKH Banjarmasin Post, 25 September 1982:4). 

Menurut SKH Banjarmasin Post tanggal 24 Januari 1994, para tokoh daerah Kalsel yang ikut menanda-tangani Manifes Kebudayaan adalah Mh Hadharyah Roch (sastrawan/wartawan), Yustan Aziddin (sastrawan/wartawan), Dachry Oskandar (sastrawan), Imran Mansyur (sastrawan), Roestam Effendi Karel (sastrawan/wartawan), Anang Adenansi (wartawan), S Alwi AS (wartawan), dan RE Nadalsyah (wartawan).     

Suatu ketika para penanda-tangan Manifes Kebudayaan ini pernah berhasil dengan sukses mengambil alih pengelolaan siaran Untaian Mutiara di RRI Banjarmasin dari tangan Toga Tambunan dan kawan-kawan. Pada mulanya acara itu dipegang oleh Dachry Oskandar, tetapi karena adanya tekanan dari pihak-pihak lain acara itu diserahkannya kepada Toga Tambunan.  Namun, tidak lama kemudian berhasil direbut kembali oleh para sastrawan dari kelompok Manifes Kebudayaan (SKH Banjarmasin Post, 25 September 1982:4). 

Selepas G.30.S/PKI mereka membentuk Badan Aksi Seniman Anti Kontra Revolusi yang dibentuk pada minggu ke 2 bulan Oktober 1965. Mereka pada umumnya adalah para seniman yang tergabung dalam Himpunan Seniman Budayawan Islam (HSBI) Kalsel. Markas mereka ketika itu adalah di Balai Wartawan Banjarmasin. 

Mereka antara lain adalah Djok Mentaya, Anang Adenansi, Roestam Effendi Karel, SA Abdis, Adjim Arijadi, MH Hadharyah Roch, Imansyah Azis, Imberan Mansyur, dan Kasyful (H. Ahmad Basuni Sebagai Bara Apinya Seniman Kalsel, Sufian HB, SKH Banjarmasin Post, 21 November 1990, hal 7)  

Elite Sastrawan 

Berdasarkan bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan oleh Tim Puskajimastra Kalsel diketahui bahwa elite sastrawan Kalsel generasi penerus zaman orde baru 1960—1969 ada sebanyak 27 orang, yakni.

1.    A. Mukti Abhaka

2.    A. Ruslan Barkahy

3.    A. Shafwani Ibahy

4.    Adjim Arijadi

5.    Agits Kursani KA

6.    Amir Husaini Zamzam

7.    Andi Amrullah

8.    Ardiansyah M

9.    Bachtar Suryani

10.    Bachtiar Sanderta

11.    Bur Anwar

12.    Eza Thabry Husano

13.    Hamami Adaby

14.    Hamdy AK

15.    Harun Al Rasyid

16.    Ian Emti

17.    Ismail Effendi

18.    Isnoor Eddy

19.    M. Hadharyah Roch

20.    M. Muchtar AS

21.    M. Sulaiman Najam

22.    Majirun

23.    Mas Husaini Maratus

24.    Muis Andarta

25.    Murdjani Bawi

26.    Nordiansyah Hassan

27.    Rusliansyah Jais

28.    Yuniar M. Ari 

  

0 comments: