Oleh Tajuddin Noor Ganie
Fenomena Sastra Pers
Selama kurun waktu 1960—1969, pelampiasan gairah
bersastra di Kalimantan Selatan (Kalsel) didukung oleh 11 buah koran/majalah yang membuka rubrik
sastra secara berkala, yakni.
Koran/majalah terbitan Banjarmasin di atas,
tanpa kecuali, secara langsung, maupun
tidak langsung telah menciptakan situasi yang kondusif bagi lahirnya kelompok
sastrawan Kalsel generasi penerus zaman orde lama 1960—1969. Pada tahun 1964,
pemerintah orde lama menerbitkan peraturan yang mewajibkan semua koran/majalah
yang terbit di tanah air berada di bawah naungan orpol/ormas yang legal. Tidak
semua pemilik koran/majalah mampu memenuhi kewajiban itu. Mereka pada umumnya
memilih berhenti terbit.
Namun, ada juga pemilik koran/majalah yang berusaha menyelamatkan usahanya dengan cara menggabungkan dirinya ke dalam orpol/ormas yang yang ada. Konsekwensi yang harus ditanggungnya adalah mengganti nama koran/majalahnya sesuai dengan selera pimpinan orpol/ormas yang menaungi penerbitan koran/majalahnya.
Di Kalsel ada 4 koran yang terpaksa berganti
nama, yakni.
Pada masa-masa kalut selepas terjadinya pemberontakan G.30.S/PKI pada tanggal 30 September 1965, semua surat kabar terbitan Banjarmasin menghentikan kegiatannya. Kekosongan sumber informasi itulah yang coba diisi oleh sejumlah aktivis mahasiswa di Kota Banjarmasin.
Pada tahun 1966, Anang Adenansi dan Djok Mentaya menjadi motor penggerak terbitnya SKM Mimbar Mahasiswa. Sesuai dengan visi dan misinya, SKM Mimbar Mahasiswa ketika itu lebih banyak memuat berita-berita kegiatan para mahasiswa di Kalsel dalam upayanya menumbangkan pemerintahan orde lama dari tampuk kekuasaan yang sudah didudukinya sejak tahun 1945. Meskipun demikian, di dalam salah satu edisinya dimuat puisi MH Hadaryah Roch berjudul Rakhmatilah Tuhan di Hari Yang Penuh Pengorbanan Ini.
Puisi dimaksud termasuk puisi yang monumental ditinjau dari sudut pandang wawasan estetik sezaman, karena isinya menggambarkan potret faktual situasi sosial politik di Kalsel pada kurun waktu 1966. Puisi dimaksud ditulis secara khusus untuk mengenang tragedi berdarah gugurnya Pahlawan Ampera Hasanuddin HM di kota Banjarmasin pada tanggal 10 Februari 1966.
Selain aktif mempublikasikan karya sastranya
di sejumlah koran terbitan Kalsel, sastrawan Kalsel sezaman juga aktif
mempublikasikan karya sastranya di berbagai koran/majalah terbitan luar daerah,
yakni.
Fenomena Sastra Buku
Antologi Puisi Pribadi
Antologi puisi Maseri Matali berjudul Nyala di atas diterbitkan setelah Maseri Matali meninggal dunia. Tidak lama setelah Maseri Matali meninggal dunia di Kandangan pada tanggal 27 Desember 1968. D. Zauhidhie dan para sastrawan Kandangan lainnya berinisiatif menerbitkan antologi puisi Maseri Matali dimaksud.
Antologi Puisi Bersama
1. Perkenalan di Dalam Sajak, 1963, Banjarmasin: CV Himmah
Antologi puisi bersama Perkenalan di Dalam Sajak merupakan antologi puisi bersama para penyair Kalimantan yang paling pertama diterbitkan orang di tanah air kita.
Roman/Novel
Roman/novel Merayu Sukma di atas diterbitkan setelah beliau meninggal dunia di Malang pada tanggal 11 Maret 1951. Pergolakan politik yang berlangsung dalam suasana keras pada kurun waktu 1960—1969 bagaimanapun juga ikut mempengaruhi proses kreatif penulisan karya sastra di tanah air kita ketika itu.
Apa lagi para elite sastrawan sezaman telah dikondisikan sedemikian rupa untuk ikut terlibat dalam politik praktis melalui wadah-wadah yang sudah tersedia atau berada di bawah naungan suatu orpol/ormas. Di Kalsel, sebagaimana yang juga lajim terjadi di daerah-daerah lainnya di tanah air. Para sastrawan yang ikut menanda-tangani Manifes Kebudayaan yang digagas Wiratmo Soekito dan kawan-kawan, tidak hanya dimusuhi oleh para sastrawan Lekra/PKI tetapi juga dimusuhi oleh para birokrat yang loyal kepada pemerintah yang masih berkuasa secara de jure dan de facto.
Yustan Aziddin (YA), salah seorang elite sastrawan Kalsel generasi penerus zaman orde lama 1950—1959, pernah mengalami nasib buruk karena statusnya sebagai orang yang ikut menanda-tangani Manifes Kebudayaan di Kalsel. Suatu ketika di bulan April 1965, YA sudah siap mengikuti ujian skripsi sarjana muda di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Negeri Bandung Cabang Banjarmasin.
Namun, tiba-tiba Ketua Jurusan mengatakan bahwa ia harus membuat skripsi baru, karena skripsi lama yang sudah siap diujikan itu dinilai mengandung ide-ide Manifes Kebudayaan (Tentang Faktor di Luar Sastra, SKH Banjarmasin Post, 25 September 1982:4).
Menurut SKH Banjarmasin Post tanggal 24 Januari 1994, para tokoh daerah Kalsel yang ikut menanda-tangani Manifes Kebudayaan adalah Mh Hadharyah Roch (sastrawan/wartawan), Yustan Aziddin (sastrawan/wartawan), Dachry Oskandar (sastrawan), Imran Mansyur (sastrawan), Roestam Effendi Karel (sastrawan/wartawan), Anang Adenansi (wartawan), S Alwi AS (wartawan), dan RE Nadalsyah (wartawan).
Suatu ketika para penanda-tangan Manifes Kebudayaan ini pernah berhasil dengan sukses mengambil alih pengelolaan siaran Untaian Mutiara di RRI Banjarmasin dari tangan Toga Tambunan dan kawan-kawan. Pada mulanya acara itu dipegang oleh Dachry Oskandar, tetapi karena adanya tekanan dari pihak-pihak lain acara itu diserahkannya kepada Toga Tambunan. Namun, tidak lama kemudian berhasil direbut kembali oleh para sastrawan dari kelompok Manifes Kebudayaan (SKH Banjarmasin Post, 25 September 1982:4).
Selepas G.30.S/PKI mereka membentuk Badan Aksi Seniman Anti Kontra Revolusi yang dibentuk pada minggu ke 2 bulan Oktober 1965. Mereka pada umumnya adalah para seniman yang tergabung dalam Himpunan Seniman Budayawan Islam (HSBI) Kalsel. Markas mereka ketika itu adalah di Balai Wartawan Banjarmasin.
Mereka antara lain adalah Djok Mentaya, Anang Adenansi, Roestam Effendi Karel, SA Abdis, Adjim Arijadi, MH Hadharyah Roch, Imansyah Azis, Imberan Mansyur, dan Kasyful (H. Ahmad Basuni Sebagai Bara Apinya Seniman Kalsel, Sufian HB, SKH Banjarmasin Post, 21 November 1990, hal 7)
Elite Sastrawan
Berdasarkan bahan-bahan yang berhasil
dikumpulkan oleh Tim Puskajimastra Kalsel diketahui bahwa elite sastrawan Kalsel
generasi penerus zaman orde baru 1960—1969 ada sebanyak 27 orang, yakni.
1. A. Mukti Abhaka
2. A. Ruslan Barkahy
3. A. Shafwani Ibahy
4. Adjim Arijadi
5. Agits Kursani KA
6. Amir Husaini Zamzam
7. Andi Amrullah
8. Ardiansyah M
9. Bachtar Suryani
10. Bachtiar Sanderta
11. Bur Anwar
12. Eza Thabry Husano
13. Hamami Adaby
14. Hamdy AK
15. Harun Al Rasyid
16. Ian Emti
17. Ismail Effendi
18. Isnoor Eddy
19. M. Hadharyah Roch
20. M. Muchtar AS
21. M. Sulaiman Najam
22. Majirun
23. Mas Husaini Maratus
24. Muis Andarta
25. Murdjani Bawi
26. Nordiansyah Hassan
27. Rusliansyah Jais
28. Yuniar M. Ari
0 comments:
Post a Comment