Saturday, November 7, 2020

Muhammadiyah Turut Peduli Persoalan Petani yang Tidak Kunjung Selesai di Indonesia



Dilaporkan Muhammadiyah.id, Sabtu (7 November 2020) sektor pertanian telah membuktikan keandalannya sebagai penopang ekonomi di masa pandemic. Saat ekonomi Indonesia mengalami kontraksi 5,3 persen, pertanian menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan 2,19 (year to year). 

Kesejahteraan petani terbilang masih jauh dari yang diharapkan. M. Nurul Yamin, ketua MPM PP Muhammadiyah menyebut, dalam penyelesaian masalah petani diperlukan gerakan secara berjama’ah atau berjejaring.

Petani, menurutnya, sebagai soko guru ekonomi negara agraris khususnya di Indonesia, posisinya masih memprihatinkan.  

Bagi petani Indonesia yang menjadi persoalan diantaranya adalah semakin menyempitnya lahan. Kalau pun ada yang memiliki lahan luas, bisa dipastikan lahan tersebut dimiliki oleh korporasi besar. Sementara, masyarakat yang mengandalkan penghasilannya dari bertani saat ini jarang ditemui yang memiliki lahan luas, mereka biasa disebut sebagai ‘petani gurem’.

Selain persoalan lahan, yang dihadapi pertanian Indonesia saat ini adalah petani Indonesia saat ini diisi oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang melewati usia produktif. Saat ini, pekerjaan petani di mata milenial dianggap tidak menarik. Namun akhir-akhir ini peminat di fakultas pertanian mulai menaik.

Persoalan ketiga adalah monopoli dagang, di mana saat musim tanam fixed cost dan variable cost yang tinggi, namun saat panen harga hasil produksi pertanian anjlok. Menurut Yamin, anjloknya harga pasca panen bisa disebabkan oleh dua faktor meliputi kualitas berkurang atau kuantitas yang berkurang.

Melihat realitas yang ada, setidaknya ada 2 strategi utama untuk penyelesaian persoalan tersebut. Pertama, pada sisi produksi yang melibatkan petani dan proses peertaniannya atau on farming-nya. Dalam proses on farming nya terdapat fokus pembenahan yakni terkait metode atau cara tanam dan perawatan tanam.

Strategi kedua adalah di kelembagaan petani, sehingga dibentuknya Jama’ah Tani Muhammadiyah (JATAM). Kelembagaan petani menjadi strategi untuk penyelesaian persoalan petani menjadi niscaya, karena melihat peta keadaan petani Indonesia yang mayoritas adalah petani gurem.

Strategi kelembagaan menurut Yamin adalah strategi untuk meningkatkan bargaining petani. Maka dengan berjama’ah kekuatan petani tersebut bisa diakumulasi menjadi besar. Setelah berlembaga, petani akan memiliki jaringan untuk membuka pasar sebagai tahap out farm atau pasca panen sebagai kanal pasar penjualan produk pertanian.

Semangat membangun solidaritas menurut Yamin bisa dilakukan ke dalam internal keluarga persyarikatan, dan keluar dengan eksternal pihak luar yang concern terhadap dunia pertanian. Untuk menyelesaikan persoalan pertanian, harus dilakukan secara berimbang yakni pada sektor produksi dan pasar.

Sumber: Muhammadiyah.id



0 comments: