Monday, November 9, 2020

Apakah Sesama Sastrawan Saling Dukung? Rasanya ya atau tidak?



Tulisan ini dibaca atau tidak oleh sastrawan mungkin menjadi salah satu rasa tersendiri apakah sesama sastrawan saling dukung atau sebaliknya. 

Meskipun bukanlah karya sastra, agaknya pembuka paragraf pertama di atas sebagai ilustrasi sederhana bagaimana pembacaan sastra menjadi dukungan nyata. Dalam realitas di lapangan, begitu banyak puisi, cerpen, novel, misalnya. Akan tetapi, apakah semua sastrawan lain turut menjadi pembaca atas karya-karya sastra tersebut?

Terlebih, apakah mereka membeli karya-karya sastrawan lainnya? 

Pertanyaan terakhir tadi adalah dukungan lain yang lebih terasa. Ya, terasa karena berimbas pada asap dapur sastrawan yang karyanya laku terjual. Sebutlah buku antologi puisi. Jenis buku ini penjualannya bisa dikatakan paling tidak membahagiakan jika dikaitkan dengan perekonomian praktisi sastra itu sendiri. Puisi diangggap makhluk yang susah dipahami maknanya.

Anggapan salah kaprah itu sudah mendarah daging di Indonesia, khususnya. Dan, idealnya sudah saatnya sejak usia dini, guru-guru yang mengajarkan sastra di sekolah beranjak dari "mencari" makna dari puisi kepada "memberikan makna sendiri" oleh para peserta didik kepada puisi yang mereka baca.

Suka tidak suka, puisi masuk dalam ranah semiotik dan bukan sekadar permaknaan dalam semantik biasa. Maka, bukan lagi dapat dipahami atau dicari permaknaannya, melainkan memberikan tafsiran sendiri kepada puisi yang dibaca. Ini penting agar masyarakat kita ke depan terhindar dari penyakit berbahaya yang para penderitanya mengatakan, "Saya tidak paham puisi ini atau itu."

Nah, kita tinggalkan sejenak perkara puisi. Kita kembali pada dukungan sastrawan. Pembelian dan pembacaan sastra oleh sesama sastrawan benar-benar dukungan berharga. Apalagi jika diadakan diskusi kekaryaan yang mengundang banyak pemikiran cerdas. Ditambah lagi jika ada penulisan terkait karya sastra, baik itu kritik, laporan penelitian sastra, atau sekadar apresiasi sastra. Tentu akan tambah wah lagi.

Kemudian, menyangkut perkembangan sastra yang kini bukan hanya dituangkan dalam media cetak, pembacaan masih menjadi dukungan nyata. Banyak media semisal laman pribadi dan perusahaan media, jejaring sosial, maupun aplikasi sastra. Semua media tersebut tetap menjadi berarti jika dibuka lalu isinya dibaca. Sekali lagi dibaca. 

Pertanyaan apakah sesama sastrawan saling membaca? 


0 comments: