Thursday, October 15, 2020

Presiden Akhirnya Mundur, Sebuah Berita Gembira?



Pergantian presiden di negara demokrasi sangatlah wajar. Dari presiden A ke presiden B dan begitu seterusnya. Dengan adanya pergantian tersebut diharapkan negara semakin maju. 

Harapan pun dinilai sangat wajar mengingat manusia memiliki harapan-harapan yang menjadi alasan untuk berdoa dan berusaha. Berharap sehat, berharap hidup bahagia, dan banyak lagi harapan positif sangatlah wajar.

Sebutlah unjuk rasa (unras) yang dilakukan di banyak tempat merupakan usaha untuk meraih harapan baik. Dapat dikatakan, unras sebagai wujud pengungkapan suara kebenaran dan keadilan masyarakat terhadap kecurangan, keculasan atau kesewenang-wenangan pemerintah atau pihak yang sedang berkuasa.

Nah, pemimpin termasuk presiden yang baik adalah  yang mempertimbangkan kebaikan negara dan tidak mau mengorbankan rakyat yang tersakiti. Jadi, jika unras bergerak bagai gelombang besar, maka presiden sudah sepantasnya mundur. 

Khusus judul di atas adalah kabar gembira yang datang dari Kyrgyzstan. Ya, seperti terlansir RMOL, Presiden Kyrgyzstan, Sooronbay Jeenbekov baru saja mengundurkan diri akibat unjuk rasa akibat sengketa pemilihan anggota parlemen 4 Oktober 2020. 

Dilaporkan, Presiden Jeenbekov mengundurkan diri dengan mempertimbangkan kebaikan negara dan tidak mau mengorbankan rakyat yang tersakiti.

"Saya tidak bergantung pada kekuasaan. Saya tidak ingin turun dalam sejarah Kyrgystan sebagai Presiden yang membiarkan pertumpahan darah dan penembakan terhadap rakyat. Saya telah mengambil keputusan untuk mengundurkan diri," demikian ungkapan dilansir Al Jazeera 15 Oktober 2020 yang dikutip media itu.

Kepemimpinan yang berpikir kebaikan ke depan tentu terpuji apalagi dengan  keyakinan bahwa kekuasaan bukanlah segala-galanya.

Selain di Kyrgyzstan, contoh pemimpin yang ideal itu juga datang dari Indonesia. Bapak Soeharto termasuk tipe pemimpin yang tidak mau mengorbankan jatuhnya banyak korban jiwa dalam unras tahun 1998 silam.

Selanjutnya pada November 2019 yang lalu, Presiden Bolivia, Evo Marales juga mengundurkan diri setelah unjuk rasa rakyat Bolivia yang datang bergelombang. Akhirnya dengan "terbirit-birit" ia lari meminta suaka ke Mexico City. 

Intinya, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, pemimpin yang ideal paham bahwa sejatinya kekuasaan tak mampu dipertahankan dengan modal kekerasan. 

Lantas bagaimana dengan Indonesia kekinian?

Gelombang unras kian membesar di banyak daerah. Meski baru sebatas tuntutan pembatalan UU Ciptaker, bisa dikatakan gelombang ini juga berpotensi mengarah pada tuntutan pengunduran diri Presiden Jokowi. 

Jika mau belajar dari sejarah, Pemerintah Indonesia harus waspada terhadap unras dewasa ini, yakni dengan benar-benar menjalankan UUD 1945 secara menyeluruh. Bagaimana pun juga, rakyat harus menjadi prioritas dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai yang dicita-citakan bersama. 


0 comments: