Monday, July 20, 2020

Kalau Delik Materiil, maka Harus Ada Peristiwanya Terlebih Dahulu, Barulah Jurnalis Nanta Bisa Dipidana





Menarik untuk mencermati penilaian Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Diananta sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Eks Pemred Banjarhits, Diananta Putra Sumedi (Nanta), dituntut 6 bulan penjara karena dinilai JPU bersalah melakukan tindak pidana dengan cara sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas SARA.

Menurut LBH Pers ada dua unsur yang tidak terpenuhi sesuai pasal yang didakwakan tersebut.

Apa sajakah itu?

Pertama terkait "hak" penyebaran berita dan kedua mengenai terjadinya peristiwa kebencian yang "ditimbulkan" sebagai efek tulisan Nanta.

"Unsur yang tidak terpenuhi adalah Diananta melakukan penyebaran berita karena dia adalah seorang jurnalis. Sehingga unsur tanpa hak tidak terpenuhi. Jika salah satu unsur saja tidak terpenuhi, sudah tidak layak dipidana," ujar Ade Wahyudin yang merupakan Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers seperti terlansir detikNews, Senin (20/7/2020).

Masih dari sumber yang sama, lebih jauh Ade menambahkan, JPU pun juga tidak menghadirkan saksi yang mendukung terpenuhinya unsur Pasal 28 Ayat 2 UU ITE.

"Dia (JPU) bilang menyebarkan ujaran kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan gitu ya. Nah, pasal ini delik materiil, kalau delik materiil dia harus ada dulu peristiwanya, baru kemudian dia bisa dipidana. Apakah peristiwa kebencian itu sudah ada? JPU tidak bisa membuktikan itu," tambah Ade.

Seperti yag sudah diberitakan banyak media, Nanta dinilai menyebarkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) lewat berita berjudul "Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel" yang terbit 8 November 2019 lalu.

Sebenarnya permasalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman (pengadu) datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna menjalani proses klarifikasi. Pada 5 Februari 2020 Dewan Pers menerbitkan lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mewajibkan banjarhits selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu.

Jika merujuk kepada UU Nomor 40/1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut sudah menyelesaikan semua masalah.

Mengapa demikian? Sebab, hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media bersangkutan (Banjarhits) juga sudah meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan.

Bagaimana kelanjutannya? Semoga permasalahannya segera dapat diselesaikan secara adil dan berkemanusiaan.

0 comments: